Minggu, 08 Agustus 2010

Siapa Bilang Austis tak Dapat Disembuhkan ?

SURABAYA POST -- Punya anak autis kerap menjadi beban pikiran orangtua. Mereka khawatir anaknya tidak bisa hidup normal, padahal autisme bisa disembuhkan.

Hingga saat ini belum ditemukan penyebab autisme yang kebanyakan diderita anak sejak lahir. Gejala autisme seringkali sudah terlihat saat anak belum berusia 2 tahun. Tapi pada beberapa kasus, ada yang baru terdiagnosis ketika memasuki taman kanak-kanak atau usia awal sekolah dasar.

Akibat gangguan perkembangan neurobiologis yang sangat kompleks, anak autis tidak bisa senormal anak pada umumnya. Mereka seperti hidup dalam dunianya sendiri dan kadang bertingkah hiperaktif. Namun jika ditangani lebih dini melalui terapi kejiwaan, anak autis bisa pulih seperti anak normal.

"Semakin dini seorang anak terdiagnosis mengalami autisme, penanganan bisa makin optimal. Terutama jika anak yang mengalami autisme sudah diterapi sejak usia kurang dari 3 tahun," kata dr Yunias Setiawati SpKJ, supervisor Day Care Psikiatri Anak RSUD dr Soetomo Surabaya.

Pasalnya, menurut dia, dalam usia tersebut perkembangan otak belum optimal. Yunias mengaku, pada beberapa pasien autis yang ia tangani sejak dini, kondisinya sekarang sudah seperti anak normal. Bahkan ada yang IQ-nya bertambah dan mampu mengenyam pendidikan di sekolah internasional.

Dalam penanganan anak autis, ada beragam terapi. Di antaranya terapi biomedis, perilaku, okupasi, wicara dan musik serta edukasi keluarga. Dalam terapi medis, anak biasanya diberi obat untuk membuang kandungan logam berat dari tubuhnya. Anak autis kebanyakan memiliki kadar logam berat lebih banyak dari anak lain. Hal ini menyebabkan berubahnya susunan dan fungsi sel otak.

Banyaknya kadar logam berat dalam tubuh seorang anak bisa disebabkan banyak hal. Namun yang paling utama adalah polusi. Bahkan seorang ibu yang mengonsumsi ikan laut dari perairan yang sudah tercemar limbah atau polusi bisa menyebabkan anaknya menderita autisme.

Selain membuang zat berbahaya dalam tubuh, anak autis juga harus menjalani diet rendah casein dan gluten. Artinya, mereka tidak boleh mengkonsumsi susu sapi dan tepung terigu. Termasuk makanan yang terbuat dari kedua bahan tersebut seperti es krim dan roti.

Sebagai ganti, anak autis bisa minum susu kedelai. Untuk tepung, mereka masih bisa mengkonsumsi tepung ketan, beras, sagu, tapioka, hunkwe, bihun, kentang dan suun. Selama menjalani diet, orangtua memegang peranan penting. Pasalnya, orangtua harus disiplin dan tegas dalam mengawasi makanan yang dikonsumsi anaknya.

Laporan: Reny Mardiningsih

• VIVAnews 
autis.info

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Apakah semua anak autis mengalami kondisi yang sama? (harus diet casein dan gluaten)