Sabtu, 01 Mei 2010

MEMPERINGATI HARDIKNAS 2010 Bergerak dari Pembodohan ke Pencerdasan

banyaknya krisis multidimensi yang melanda negara kita telah membuat kita sadar bahwa selama ini kita memang memiliki sumber daya alam yang melimpah sebagai bangsa yang besar, namun sayangnya hal itu tidak diikuti dengan kualitas sumber daya manusia yang menunjang juga.

Masyarakat awam di bangsa ini menjerit mengenai nasib mereka yang ada di garis kemiskinan, namun yang mereka lakukan cuma bermimpi kalau suatu hari kehidupan mereka bisa lebih baik tanpa melakukan suatu upaya untuk memperbaiki kualitas diri mereka. Padahal untuk mengubah nasib masing-masing kita, tidak ada cara lain selain usaha keras dari diri sendiri untuk maju dan giat belajar.

Tidak heran sebagian besar masyarakat kita masih terbuai dengan janji-janji para calon pejabat kalau jika mereka terpilih maka kehidupan akan lebih baik untuk semua orang. Kesalahan bangsa ini selama ini dalam sektor pendidikan bertumpu pada belum adanya upaya kongkret untuk mencerdaskan bangsa ini sehingga bangsa ini tenggelam dalam pembodohan yang berlarut-larut.

Semua permasalahan sebenarnya dimulai dari pendidikan yang dienyam di bangku sekolah di Indonesia. Pihak pemerintah selaku pembuat kebijakan pendidikan dan pihak tenaga pendidik selaku pelaksana kebijakan belum mengajarkan banyak pelajaran penting soal kehidupan kepada anak didiknya. Menurut penulis, hal yang paling utama yang sekolah harus ajarkan ke semua peserta didik adalah semangat untuk maju yang ditandai dengan semangat untuk belajar. Sekolah semestinya memperingatkan para siswa bahwa hidup mereka sebagai individu ataupun kehidupan bangsa ini sebagai masyarakat tidak akan pernah mencapai kemajuan berarti bila mereka tidak berusaha keras untuk senantiasa belajar hal-hal baru dan bekerja giat untuk mendapatkan apa yang mereka impikan.
Salah satu kelemahan bangsa kita yang lain ialah minimnya kreasi. Kita cuma pandai dalam meniru karena itulah yang selama ini diajarkan di bangku sekolah. Pada hari pertama si A masuk bangku sekolah di Taman Kanak-kanak di pelajaran menggambar, bu guru mengajarkan menggambar dua buah gunung dengan matahari terbit ditengahnya lengkap dengan jalanan melengkung dengan sawah di sepanjang jalan. Jika saja bu guru mendapatkan salah satu anak menggambar yang lain, misal sebuah lukisan abstrak, maka bu guru tidak akan segan-segan menghukum anak itu dengan mensetrapnya di depan kelas. Kemudian bu guru akan memanggil orangtua si A dan berkata bahwa anak mereka kurang daya tangkapnya sehingga orangtua pun berpikir bahwa anak mereka bodoh. Secara tidak sadar si A belajar sesuatu
di dalam alam bawah sadarnya bahwa menjadi berbeda adalah sesuatu yang tidak disukai baik oleh guru, teman-temannya, bahkan oleh orangtuanya.
Kebiasaan mencontek di bangku sekolah karena para guru mengharapkan siswa untuk menghafal pelajaran. Jika saja para guru terbiasa melatih siswa untuk berpikir kritis, kreatif, dan di luar kotak, maka kita pun tidak akan perlu mendewakan sebuah Ujian Nasional, karena kita tidak perlu membuat standar yang sama untuk semua orang karena memang semua orang memiliki bidang intelejensia yang berbeda, sesuai dengan teori yang dikembangkan Dr. Howard Gardner. Tidak heran kita pun menemukan kebiasaan mencontek skripsi atau makalah karena yang dikedepankan bukannya proses belajarnya namun pada kelulusannya, Jadi apa yang bisa kita lakukan untuk merubah kondisi ini? Sebagai masyarakat tentunya kita harus mulai mengingatkan dan menanamkan baik kepada diri sendiri maupun orang lain bahwa untuk memperbaiki nasib kita diperlukan kerja keras dan semangat giat belajar. Kita juga harus menghilangkan stigma 'harus sama' kepada generasi penerus bangsa ini karena hal itulah yang membunuh kreativitas. Kita harus mulai menghargai ide-ide baru betapapun konyolnya itu karena dari situlah asal muasal semua penemuan baru. Kita juga harus lebih berfokus pada proses pembelajaran dan bukan pada status lulus/tidak lulus. Bukankah Edison atau Einstein tidak pernah menyelesaikan bangku sekolah mereka? Tapi mereka berhasil mengubah dunia karena mereka berani untuk berbeda dan berada satu langkah di depan yang lain.